Saturday, July 2, 2016
Membaca Ulang Pola Kolonialisasi
Membaca peta konflik di dunia dari aspek kolonialisme yang dikembangkan oleh Barat, hampir dipastikan merupakan satu garis rute bahkan pararel dengan jalur-jalur serta wilayah yang memiliki potensi besar atas minyak, emas dan gas alam.
Pola lazim yang digunakan biasanya ditebar dulu soal isu-isu aktual terkait budaya dan kharakteristik didaerah/negara yang menjadi target. Kemudian setelah itu dimunculkan “tema” gerakan, dan seterusnya. Tema tersebut bisa berujud perang, invasi militer, atau konflik baik vertikal maupun bersifat horizontal, atau sering bertema aksi massa non kekerasan seperti Arab Spring di Tunisia, Yaman dan Mesir dimana sukses menggusur rezim.
Timor - Timur misalnya, isu yang dilempar soal pelanggaran HAM oleh aparat, kemudian tema yang dimunculkan adalah “konflik dan referendum”, lalu ujung (skema) yang ingin diraih ialah minyak di Celah Timor yang kini tengah digarap oleh Australia dan Thailand. Baluchistan juga. Isue yang ditebar perihal radikalisme dan separatis, tema yang dimainkan ialah referendum, sedang skemanya tetap minyak, minyak dan minyak. Pertanyaannya: apa tidak miskin Pakistan kelak bila Baluchistan memisahkan diri?
Demikian pula pola asing yang diterapkan di Papua, Kalimantan, Aceh dan lain-lain. Serupa tapi tak sama. Berbeda warna namun tetaplah sama. Inilah pola-pola kolonialisasi yang layak dicermati walau model dan kemasannya sering berbeda tergantung situasi, kondisi dan wilayah.
Politik praktis itu bukan yang tersurat melainkan apa yang tersirat, kata Pepe Escobar (wartawan senior Asia Times) Jika dulu pada saat pemerintahan Bush di Amerika bicara soal pelanggaran HAM di sebuah negara, artinya ada minyak di wilayah tersebut. Siap-siap saja!
Subscribe to:
Posts (Atom)