Dalam sejarah kehidupan bangsa-bangsa, gejala seperti yang sedang dialami oleh bangsa kita juga pernah dialami oleh bangsa-bangsa lain. Karena faktor-faktor yang tidak selalu sama, dalam kurun waktu tertentu yang bisa panjang atau pendek, sebuah bangsa dapat mengalami kemerosotan dalam segala aspek dan segala bidang kehidupan. Gejala seperti ini disebut malaise atau melt down. Karena faktor-faktor yang juga tidak sama buat setiap bangsa, banyak bangsa yang mencapai titik kemerosotan yang terendah atau titik balik, yang disebut pencerahan atau aufklarung. Titik balik ini diikuti dengan awal masa jaya dalam segala bidang, yang disebut rennaisance.
Kehidupan berbangsa dan bernegara menyangkut sangat banyak aspek, karena praktis menyangkut semua aspek kehidupan manusia. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa ekonomi memegang peran penting dalam membawa keseluruhan bangsa pada kemakmuran dan kesejahteraan yang berkeadilan.
Kehidupan ekonomi suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek kehidupan lainnya yang bersifat non materi. Keduanya atau bahkan semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara saling berkaitan secara interdependen. Salah satu faktor yang dapat merusak kehidupan ekonomi suatu bangsa secara dahsyat ialah pengaruh interaksi dengan bangsa-bangsa lain, atau kekuatan-kekuatan yang ada di luar wilayah suatu negara tertentu seperti problem atau kasus yang terjadi di Indonesia.
Indonesia tempo doeloe mengalami penjajahan berabad-abad lamanya oleh Belanda yang diawali dengan “penjajahan” oleh sebuah perusahaan swasta, yaitu Vereenigde Oostindische Compagnie(VOC). Dimana negara di eksploitasi baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya (upah rendah) yang menyebabkan VOC sangat kaya, bagaikan sebuah negara yang mempunyai angkatan bersenjata sendiri yang memaksakan kehendaknya pada para penguasa Nusantara (Indonesia). Karena korupsi yang terjadi dalam tubuh VOC, akhirnya bangkrut, dan penjajahan atas wilayah Nederlands Indie diambil alih oleh pemerintah Belanda.
Awal abad 20 banyak sekali negara-negara yang terjajah berhasil mengusir negara-negara penjajah, menjadi negara merdeka. Salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang merebutnya kemerdekaan di tahun 1945 adalah Indonesia. Namun sejak dekade itu pula, langsung saja muncul benih-benih penguasaan kebijakan dan kekayaan alam negara-negara yang lemah, terbelakang dan tidak berpendidikan. Benih-benih dari kekuatan-kekuatan tersebut sekarang telah menjadi sebuah kekuatan raksasa yang dahsyat.
Bentuknya seperti VOC dahulu, yaitu perusahaan-perusahaan transnasional dan multinasional. Mereka adalah business corporations. Maka era yang sekarang merajalela disebut era corporatocracy. Para ahli Amerika Serikat dan Eropa Barat sendiri yang sangat banyak menggambarkan kekuatan dan kejahatan mereka terhadap bangsa-bangsa lebih lemah yang dijadikan mangsanya dalam penyedotan sumber-sumber daya apa saja, terutama sumber daya mineral.
Para ahli Amerika Serikat dan Eropa semisal Joseph Stiglitz, John Pilger, Jeffrey Winters, Bradley Simpson, John Perkins, dan 12 perusak ekonomi lainya telah mengakui kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh para corporation. Kesemuanya dituangkan dalam buku paling mutakhir (2006) yang dikumpulkan dan di-edit oleh Steven Hiatt dengan kata pengantar oleh John Perkins. Judul bukunya “A Game as Old as Empire: The Secret World of Economic Hit Men and the Web of Global Corruption”.
Dari kesemuanya ini dapat kita baca bahwa di zaman setelah tidak ada negara jajahan lagi (kolonial), perusahaan-perusahaan raksasa yang transnasional itu bagaikan VOC tempo doeloe. Tetapi sekarang mereka tidak perlu melakukan penjajahan secara politik dan militer untuk menghisap kekayaan dari negara-negara dan bangsa-bangsa mangsanya. Sebab, cara-cara demikian sangat mahal dan dapatnya tidak seberapa dibandingkan dengan cara-cara yang mereka lakukan sekarang ini.
Cara-cara mereka sekarang hanya perlu memelihara elit bangsa-bangsa mangsa, dimana para elit bangsa walaupun secara politik dan secara formal berada di negara merdeka dan berdaulat. Akan tetapi, para elit bangsa dan anteknya-anteknya yang secara material maupun secara konsepsional didukung oleh corporatocracy global, bahkan lembaga internasional semisal IMF, WB, Bank Asia dll tidak terlepepas dari pengaruhnya. Hasilnya, bisa di pastikan, penghisapan kekayaan alam serta tenaga manusia menjadi sangat dahsyat dan menjadi harga mutlak.
No comments:
Post a Comment