Saturday, September 12, 2015

Mewaspadai Ancaman Globalisasi #Penghuni Kota Alexandria

Banyak orang berucap dengan ringannya kata ‘globalisasi’, seolah kata itu tak bermakna, sebuah kata-kata kosong, yang tidak memiliki implikasi ideologi  sama sekali. Bahkan ngerinya kata ini,  seolah menjadi panduan pergaulan  sehari-hari yang diucapakan oleh manusia dari segala  strata. Semua bicara tentang globaliasi,.dimana-mana globalisasi. Tragis nya kata ini menjadi magnet luar biasa kuat, konsumen kata ini bukan monopoly pemerintah, akademisi, atau kalangan profesional semata, tapi sudah menjadi bahasa pergaulan sehari-hari rakyat kecil, istilah ini meluber kemana-mana, dari gedung bertingkat sampai kedai kopi. Semua memperbincangkannya tanpa tahu, siapa kekuataninvisible hand yang menggerakkan demi kepentingan ideologinya.

Bagi Susan George Penulis buku Republik Pasar Bebas : Menjual kekuasaan Negara, Demokrasi dan Civil Society Kepada Kapitalisme Global , melihat fenomena diatas, menjadi maklum bila istilah globalisasi ini demikian mempengaruhi dan mendominasi pikiran manusia modern, karena memang didesain sangat rapi dengan biaya jutaan dollar. Mereka mengadopsi pikiran gramsci tentang hegemony, kalau pikiran sudah bisa dipengaruhi, maka tangan dan hati akan mengikuti.  Bagaimana mana mereka memenangkan pertarungan ide ini, kaum neoliberal  memperjuangkan ide mereka dengan menciptakan jaringan internasional  sangat besar. Salah satunya dengan cara mendirikan yayasan, institute, lembaga think tank, lembaga-lembaga penelitian,  menggunakan alat dan sarana  publikasi, serta brosur-brosur, mereka menyebarkan ide-idenya keseluruh belahan bumi ini.

Mereka juga menciptakan, para penulis kelas dunia dan tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung idiologi mereka guna mengembangkan, mendorong, dan mengkampanyekan ide doktrin neoliberalisme, cara mereka demikian  cerdasnya sehingga seolah-olah neoliberalisme merupakan suatu kondisi alamiah normal, tidak ada alternatif seperti yang diucapkan oleh Margaret  Thatcher, There Is No Alternatif (TINA) terhadapanya, dan tidak memperdulikan berbagai kerusakan yang ditimbulkannya. kini kita telah  memasuki era globalisasi, menunjukkan seolah sebuah tahapan yang harus dilalui oleh setiap peradaban manusia, diseminar, lokakarya, bahkan iklan layanan masyarakat atau pengumuman resmi dari negara,  semuanya hampir menggunakan istilah globaliasi, Dari gambaran ini menunjukakn bahwa manusia modern telah terperangkap dengan globalisasi yang memberi pengertian bahwa semua orang dari semua golongan agama dibumi ini terperangkap dalam satu gaerakan, sebuah fenomena yang mencakup segalanya dan semua berbaris bersama menuju ke tanah yang dijanjikan.(hal 61).

Nilai sentral dari doktrin yang dibesut oleh Frederic Von Hayek dan Kelompok Chicago School, termasuk muridnya Milton Friedman adalah hukum kompetisi bebas, antara agama, bangsa, perusahaan dan tentu saja individu. Kompetsisi adalah sentral karena memisahkan biri-biri dari domba, laki-laki dewasa dari anak laki-laki, yang sehat dari yang sakit. Ini diharapkan dapat mengalokasikan semua sumber daya, apakah fisik, alami, manusia, atau keuangan dengan kemungkinan efesiensi. (hal 45). Pasar seharusnya diperbolehkan untuk membuat keputusan sosial dan politik yang besar, negara seharusnya secara sukarela mengurangi perannya dalam perekonomian, atau bahwa korporasi seharusnya diberi kebebasan  total, serikat buruh dikekang, dan masyarkat tidak perlu mendapat perlindungan dari negara melalui jaminan sosial karena itu berarti pemborosan anggaran. Biarlah semua berkompetisi melalui pasar, kemiskinan terjadi akibat ia kalah berkompetisi, tak siap bertanding, wajar kalau terlempar dari arena pertandingan.

Kini, peta aktor dunia, yang mendriven  globalisasi makin jelas, sejak dikembangkannya kesepakatan The Bretton Woods di AS dengan didirikannya IMF dan Bank Dunia, serta ditandatanganinya kesepakatan GATT, dunia secara global sesungguhnya telah memihak didorong oleh kepentingan perusahaan peurshaan transnasional (TNCS) yang merupakan aktor terpenting dari globalisasi. Pada konteks itulah sesusungguhnya kesatuan global telah menjadi semacam system nilai tunggal, yang harus ditaati, ada proses dominasi sistemik.

Jika kemajuan manusia merupakan obyek globaliasi, maka para pemrakarsanya harus mengakui terjadinya kegagalan besar. Kekuatan pasar dan birokrasi internasional yang tidak dipilih telah dibiarkan mendikte aturan, dengan konsekwensi, yang tersebar disekeliling kita. Setelah krisis Meksiko dan devaluasi pada tahun 1994-1995, maka setengah penduduk Meksiko  telah jatuh dibawah dari kemiskinan. Setahun atau dua tahun lalu macan-macan asia telah dipilih sebagai suri tauladan. Kini kelaparan secara harfiah telah kembali ke Indonesia. Dimana-dimana IMF disitu pula terjadi bencana krisis ekonomi yang sangat hebat, kalau sudah begitu masih kah paham ini layak dipertahankan? Tidak ada


No comments:

Post a Comment