Tuesday, August 29, 2017

PT. Freeport dan Politik Goverment To Goverment


Nikmat cinta kemerdekaan hari ini
Bukan sekedar gelora tarik tambang
Tapi menarik kembali ratusan tambang
Yang dikuasai oleh asing!

Disahkan pada 4 Juli 2017 dan bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat, kontrak operasi perusahaan tambang Freeport McMoran di bumi Papua sampai tahun 2041.

Anjing Menggonggong Kafilah Berlalu adalah sebuah peribahasa yang paling pas diberikan oleh pemerintahan Jokowi. Kenapa? sebab kemarin ketika isu kontrak Freeport mendominasi pemberitaan, pemerintah Jokowi ingin menunjukkan bahwa mereka bukan Suharto, bukan SBY, bukan rezim yang lemah, yang mudah ditekan-tekan oleh negara mana pun. Tapi ternyata, Pemerintahan di era Jokowi yang ingin terlihat tegas dan kebal tekanan, omong kosong juga akhirnya.

Hari ini, perusahaan tambang Freeport McMoran di bumi Papua akhirnya mengikuti keinginan pemerintah Indonesia pasca perpanjangan kontrak. Perusahaan ini menyepakati empat poin negosiasi yang diingingan oleh pemerintahan jokowi.

point pertama, sesuai mandat sang Presiden tentang kesepakatan terkait pelepasan saham (divestasi) dengan total sebesar 51 persen kepada pihak nasional; Point kedua, pembangunan fasilitas pengelolaan dan pemurnian mineral (smelter) harus dilakukan dalam lima tahun terhitung sejak kesepakatan ini dimulai; Point ketiga, kontrak karya yang selama ini dilakukan oleh PT. Freeport menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK); Dan point terakhir yakni stabilitas penerimaan negara.
Namun, apakah pemerintah tahu atau pura-pura tidak tahu potensi kekayaan alam yang ada di Papua? apakah pemerintah telah puas dan bangga karena telah menerima saham sebesar 51 persen? Sebuah data menyebutkan, laporan tahunan Freeport Indonesia pada tahun 2010 memberi gambaran bahwa cadangan emas sebesar 55 juta ons, tembaga 56,6 juta pounds, dan perak 180,8 juta ons di tambang Grasberg.
Namun, apakah janji Freeport kepada Indonesia untuk membuat smelter (peleburan/pemurnian) bijih tambang terutama EMAS paling lambat tahun 2022 agar nantinya hasil tambang tidak dibawah mentah ke Amerika Serikat untuk dimasak bisa ditepati? instansi mana di Indonesia ini yang berani mencegah kapal-kapal mereka keluar-masuk di Papua? Siapa nantinya yang bisa memastikan bahwa Freeport tidak membawa bahan tambang mentah ke luar?

Namun, apakah perubahan bentuk dari kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus bisa mengganti kerugian yang ditanggung bangsa Indonesia, khususnya rakyat di Papua, terkait kerusakan ekologis, perampasan lahan, dan berbagai bentuk tindakan kekerasan yang terjadi sebelumnya sebagai upaya mengamankan kepentingan Freeport di Papua?

Namun, Apakah stabilitas penerimaan negara dari hasil tambang di bumi papua bisa mensejahtrakan minimal dirasakan oleh rakyat yang ada di Indonesia terutama rakyat yang ada di Papua?

Di sini kita bisa melihat, pemerintah Indonesia di era Jokowi ternyata juga tidak berdaya melindungi kepentingan nasional, yakni sumber daya alam di Papua, belum lagi sumber daya alam lainnya yang ada di bumi pertiwi ini. Karena yang terjadi lagi-lagi pemerintah Indonesia melindungi kepentingan modal asing, dalam hal ini Freeport, yang notabene jelas-jelas merugikan kepentingan nasional bangsa Indonesia.

Sekilas Makna Politik Balas Budi





"Belajarlah dari Barat, tapi jangan jadi peniru Barat, melainkan jadilah murid dari Timur yang cerdas, bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali" Tan Malaka, Madilog.


Pada tahun 1899, seorang mantan pejabat peraperadilan yang juga menjadi anggota Parlemen Belanda yang bernama C.Th. Van Deventer dalam tulisannya "Utang Budi" adalah akar lahirnya Politik Balas Budi. Berkat tulisan tersebutlah pada tahun 1901 ratu Wilhelminah (Penguasa Belanda selama lebih dari 50 tahun) dalam pidatonya menjelaskan bahwa akan terjadi zaman baru atau penanda pergeseran politik kolonial atas negara jajahan Hindia Belanda yang lazim disebut Politik balas budi atau Politik etis.

Politik balas budi atau Politik etis menjadi senjata ampuh bagi Belanda, berbekal modus "Pendidikan" para priyayi dan anak pribumi pun akhirnya merasakan pendidikan moderen ala barat. Pendidikan dalam konteks ini tidak semata mencerdaskan, namun pendidikan ada karena kebutuhan tenaga birokrasi kolonial. Akibatnya, terjadilah penataan kelas sosial baru dalam strukutr sosial masyarakat Hindia Belanda yang dulunya golongan sosial hanya terbagi dua yakni kaum priyayi dan rakyat jelata. kini hadir kelompok profesional baru yaitu para birokrat hasil dari pendidikan moderen ala barat.



Jendral TNI Gatot Nurmantyo ketika berkunjug ke UIN Sunan Kali jaga (9/9/2015) dalam rangka memberikan arahan kepada 125 Calon Master dan Doktor penerima Beasiswa LPDP berpesan "Kepada para mahasiswa yang akan mengemban ilmu di luar negeri, jangan menimbulkan isu-isu negatif untuk menciptakan kekacauan di Indonesia dan menjadikan pelajar berprestasi dari Indonesia sebagai agen asing serta mengeksploitasi kelamahan Indonesia yang mudah dipecah belah melalui unsur Sara,"

Pertanyaan membingungkan pun hadir, atas dasar apa Jendral Gatot Nurmantyo menyampaikan pesan tersebut? Mungkin jawabannya bisa kita lihat dalam kasus atau problem yang terjadi di bumi pertiwi ini, semisal kasus BLBI yang belum usai sampai pada perpanjangan kontrak Freeport yang masih hangat untuk diperbincangkan.

Monday, August 28, 2017

Bangsa Yang Terbalik



Yasraf "dunia yang dilipat" pernah menggambarkan realitas kontemporer dari sudut pandang post-modernisme.

Komponen pembahasannya pun semacam Kristeva, Baudrillard dan Barthez. Tapi, penjelasan dalam pembahasan tersebut mengenai realitas yang membumi, seperti berulang-ulang.

Mengenai negara tetangga yang sebetulnya satu rumpung "Malaysia" dengan kita, ini bukan pertama kalinya negara tersebut meremehkan bangsa kita (lihat gambar).

Masih ingat pidato Bung Karno TANTANG MALAYSIA!
HEH, ENGKAU MALAYSIA!!! APA KONSEPSI YANG ENGKAU BERIKAN PADA UMAT MANUSIA?! APA KONSEPSI YANG ENGKAU BERIKAN KEPADA RAKYAT DI KALIMANTAN UTARA? ATAU RAKYAT DI MALAYA, ATAU RAKYAT DI SINGAPORE?!!! APA KONSEPSI YANG KAU KELUARKAN???

Lanjut kata BK dalam pidatonya;
Malaysia adalah satu negara, kalau boleh dinamakan negara, TANPA KONSEPSI. SATU NEGARA TANPA IDEOLOGI. SATU NEGARA KOSONG MELOMPONG!


Kata pepe escobart; setiap kejadian yang nampak merupakan hal yang tersurat, sedangkan makna dalam kejadian tersebut adalah hal yang tersirat. ibarat kejadian atau problem yang terus terjadi di bumi pertiwi, sadar atau tidaknya kita selalu diperhadaptkan dengan permasalahan tersurat sedangakan permasalahan terbesar (pencapplokan SDA dengan modus investasi) nyaris diabaikan.

Jika PBB telah menverifikasi 16.056 pulau di Indonesia, walau masih ada sekitar 1.448 pulau kata Arif Havas (Deputi Kedaulatan Maritim) maka saya cuma ingin mengatakan bahwa selain PT. Freeport di Papua (Emas); masih ada PT Cevron (Gas) di Jawa Barat; PT Newmont (Emas) di Sumbawa; PetroChina (Minyak) di Papua, Jawa dan Jambi; ConocoPhillips (Minyak) di SumSel, Jambi, dan Riau; BP (Minyak dan Gas) di Berau; dan masih banyak lagi.

Mari segenap anak bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, jangan lagi terjebak pada persoalan hilir bangsa sedang persoalan hulu (Eksploitasi SDA) diabaikan bahkan pura-pura dilupakan.


Tuesday, August 8, 2017

Jokowi Dan Freeport


Terus dan terus larut dalam kegaduhan di hilir persoalan bangsa sedang persoalan hulu nyaris tak tersentu. Entah sampai kapan.

Disahkan pada 4 Juli 2017 dan bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat, kontrak operasi perusahaan tambang Freeport McMoran di bumi Papua sampai tahun 2041.

Kemarin, ketika isu kontrak Freeport mendominasi pemberitaan, pemerintah Jokowi ingin menunjukkan bahwa mereka bukan Suharto, bukan SBY, bukan rezim yang lemah, yang mudah ditekan-tekan oleh negara mana pun. Tapi ternyata, Jokowi yang ingin terlihat tegas dan kebal tekanan, omong kosong juga akhirnya.

Anjing Menggonggong Kafilah Berlalu adalah sebuah peribahasa yang paling pas diberikan oleh pemerintahan Jokowi.

Ada janji Freeport kepada Indonesia untuk menggunakan produk-produk dalam negeri dalam menjalankan usahanya. Namun, siapa yang bisa memantau mereka?
Ada janji Freeport kepada Indonesia untuk membuat smelter (peleburan/pemurnian) bijih tambang terutama EMAS di Gresik agar hasil tambang tidak dibawah mentah ke Amerika Serikat untuk dimasak. Namun, instansi mana di Indonesia ini yang berani mencegah kapal-kapal mereka keluar-masuk di Papua? Siapa nantinya yang bisa memastikan bahwa Freeport tidak membawa bahan tambang mentah ke luar?

Jawabannya sangat sederhana. Politik Goverment To Goverment yang dikombinasikan dengan pendekatan "Papa Minta Dollar" telah dijalankan di bumi pertiwi ini.

#KopiHitam