Tuesday, October 31, 2017

Islam Agama Teroris (Bagian IV), Memahami Arti Terorisme



Sangat sulit untuk mendefinisakan terorisme dewasa ini, bahkan PBB selaku organisasi internasional yang banyak menaungi berbagai negara-negara di dunia, selama lebih dari 70 tahun belum rampung untuk mendefinisikan kata tersebut. Hal ini menunjukan betapa politisnya pendefinisian terorisme di PBB karena berbagai macam kepentingan.

Noam Chomsky, seorang intelektual anarkis, berkomenter mengenai istilah terorisme yang menurutnya memiliki sifat yang amat subjektif. Bagi Chomsky, terorisme bagi satu pihak sama dengan gerakan pembebasan, atau bahkan pahlawan bagi pihak lain. 

Jeckson dan Sorensen, mendefinisikan terorisme sebagai tindakan yang melanggar hukum atau tindakan kekerasan yang mengancam peradaban, seringkali untuk mencapai tujuan politis, agama, atau tujuan-tujuan lain yang serupa. Sedangkan Kent Lyne Oots, mendefinisikan terorisme sebagai : (1) sebuah aksi militer atau psikologis yang dirancang untuk menciptakan ketakutan, atau membuat kehancuran ekonimin atau material; (2) sebuah metode pemaksaan tingkah laku pihak lain; (3) sebuah tindakan kriminal bertendensi mencari publisitas; (4) tindakan kriminal bertujuan politis; (5) kekerasan bermotif politis; dan (6) sebuah aksi kriminal guna meraih tujuan politis atau ekonomis. Namun demikian, kurang afdol jika kita hanya memuat definisnya saja tanpa menguraikan sejarah terorisme itu sendiri.

Terorisme bukanlah fenomena modern, terorisme telah ada jauh sebelum peristiwa 11 Sepetember di New York. Terorisme yang terrekam oleh sejarah sejak abad pertama masehi. Pada masa itu orang-orang Zelot, kaum Yahudi yang menentang pendudukan Roma atas Palestina membunuh orang-orang Roma di siang hari di depan umum dalam rangka menakut-nakuti pemimpin Romawi di wilayah tersebut. 

Dalam dunia Muslim terorisme pertama kali dipraktekkan oleh kelompok yang disebut Assassins, atau “pemakan ganja,” Muslim militan abad kesebelas yang membunuh orang-orang yang menolak mengadopsi Islam versi mereka. 

Praktek terorisme terbesar dilakukan oleh bangsa Eropa saat menginvasi dunia-dunia baru dan merampok sumber daya di dalamnya. Ratusan juta manusia terbunuh karena keserakahan tersebut, terutama di benua Amerika dimana banyak suku asli di sana yang terbunuh karena invasi Eropa.

Pada abad kesembilan belas, kaum anarkis yang menentang bentuk pemerintahan apapun, banyak menggunakan praktek-praktek terorisme, meskipun banyak juga kaum anarkis yang memperjuangkan cita-citanya dengan cara damai. Beberapa pemimpin dunia menjadi korban pembunuhan yang disebut “propaganda perbuatan” oleh kaum anarkis, antara tahun 1881-1901, termasuk Presiden Amerika Serikat William H. McKinley (1843-1901), Presiden Prancis Marie-Francois Sadi Carnot (1837-1894), dan Raja Italia Umberto I (1844-1900). Pembunuhan-pembunuhan ini dipengaruhi oleh sebuah kelompok Rusia bernama “Kehendak Rakyat,” yang mencoba tetapi gagal untuk membunuh Tsar Alexander Ulyanov (1866-1887), kakak Vlademir Lenin Ilich.

Lanin (1870-1924), pemimpin revolusi Rusia, menggunakan terorisme sendiri setelah Revolusi Bolshevik Rusia tahun 1917 dan bertanggungjawab untuk melancarkan Teror Merah melawan musuh-musuhnya pada musim panas 1918. Dipimpin oleh Felix Dzerzhinsky (1877-1926), pendiri polisi rahasia Bolshevik, Cheka, metode-metode teroris digunakan terhadap semua kelas sosial, terutama terhadap petani yang menolak menyerahkan padi mereka kepada pemerintah Soviet. Tetapi penggunaan teror negara oleh Lenin tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan yang dipraktekan oleh penggantinya, Josef Stalin (1878-1953), yang selama upaya Soviet melakukan kolektivisasi peternakan dan industrialisasi masyarakat telah membunuh jutaan warga Soviet. 

Pada 1934, Gulag (sistem kamp penjara untuk tahanan politik Soviet) menahan jutaan orang yang dituduh melakuakan segala macam kejahatan yang dibuat-buat. Gulag, yang kemudian hari menjadi terkenal melalui novel Alexander Solzhenitsyn, The Gulag Archipelago, terdiri atas kamp-kamp kerja yang membentang melintasi Siberia dan jauh di Soviet utara dimana lebih dari satu juta orang meninggal.

Praktek terorisme juga dilakukan oleh rezim Mao Zedong, Frank Dikotter, seorang sejarawan Hong Kong mengatakan bahwa saat Mao menerapkan “Great Leap,” atau lompatan besar di tahun 1958-1962 untuk mengejar ketertinggalan ekonomi Cina dari Dunia Barat, sedikitnya 45 juta penduduk Cina telah terbunuh karena dipaksa bekerja, kelaparan atau dipukul dalam kurun waktu tersebut (empat tahun). Hal ini merupakan pembantaian terbesar ketiga pada abad ke-20 setelah Gulag di Soviet dan Holocaust.

Tak ketinggalan pemimpin bangsa kita sendiripun melakukan praktek keji tersebut, saat Indonesia dibawa pimpinan Soeharto dibantu oleh kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta yang menyediakan daftar orang yang diduga komunis kepada angkatan bersenjata Indonesia. Peristiwa ini terjadi tatkala kelopok komunis Indonesia gagal dalam melancarkan aksi kudeta pada 30 September 1965 yang kemudian diikuti dengan lengsernya Soekarno dari punjak kekuasaan dengan tuduhan mendalangi aksi kudeta tersebut. Kemudian kekuasaan Indonesia dipegang oleh Soeharto atas pilihan MPRS yang berisi orang-orang pro Soeharto setelah pemecatan para Soekarnois di MPRS. Jumlah pasti korban genosida terbesar abad ke 20 di Indonesia tersebut sangat sulit untuk diketahui, hanya sedikit akademisi dan wartawan Barat di Indonesia pada saat itu. Sebelum pembantaian usai, angkatan bersenjata Indonesia memperkirakan sekitar 78.500 orang telah meninggal, sedangkan menurut orang-orang komunis, diperkirakan 2 juta orang meninggal. Di kemudian hari angkatan bersenjata memperkirakan 1 juta orang telah dibantai. Sebagian besar para sejarawan sepakat bahwa sedikitnya setengah juta orang dibantai dengan cara ditembak, dipenggal, dicekik, dan digorok oleh kelompok militer dan warga sipil yang sampai saat ini masih jadi bahan penelitian bagi pihak berwajib.

Dan sekarang, praktek terorisme banyak juga dilakukan oleh negara seperti Israel yang banyak membunuh warga Palestina, Myanmar dengan etnis Rohingyanya, Suriah dibawa pimpinan Bashar Al Assad yang banyak membantai warganya sendiri, dan negara-negara lianya. Hal tersebut menunjukan bahwa kecenderungan terorisme bukan hanya dipraktekan oleh segolongan kaum radikal, namun juga oleh negara atau yang lazim disebut dengan “state-sponsored terrorism”. . . .

Friday, October 27, 2017

Islam Agama Teroris (Bagian III), Nihilisme

War On Teror

Tahun 1848-an, Karl Marx menerbitkan “The Communist Manifesto”. Akan tetapi pada saat yang sama, Karl Ritter dari Universitas Frankfurt membuat anti-tesis bagi Komunisme. Dan ujung olah pikir Ritter dijadikan basis bagi Freidrich Nietzsche menerbitkan “Nietzscheanisme” atau Nihilisme. Akhirnya Nihilisme ditingkatkan lagi menjadi Fasisme, dan digunakan untuk menjalankan Perang Dunia II. 

Disinyalir berbagai kalangan, Nihilisme merupakan embrio “paham teroris” yang kini marak. Sesuai surat Pike kepada Mazzini yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa akan dilepas para nihilis dan atheis, lalu memprovokasi sebuah katalis besar sosial yang akibatnya ditunjukkan kepada semua negara! 

Nihilisme dijejalkan sebagai dogma (keyakinan yang ditelan tanpa kritik) kepada individu, kaum atau golongan melalui penyimpangan “Ajaran Jihad” seperti radikalisme, pencarian dana via merampok, bom-bom bunuh diri dan lainnya atas nama agama. Ya, lagi-lagi agama dikambing-hitamkan serta dilembagakan guna menampung ajaran palsu dan doktrin-doktrin sesat!

Nihilisme ialah pokok ajaran Friedrich Nietzsche. Inti Nihilisme menyebut bahwa keberadaan manusia di dunia tidak memiliki tujuan. Nihilis memiliki beberapa pandangan: (1) tak ada bukti mendukung keberadaan pencipta, (2) moral sejati tidak diketahui, dan etika sekuler adalah tidak mungkin dan lain-lain. Karena itu, kehidupan tidak memiliki arti dan tidak ada tindakan lebih baik dari pada yang lain.

Bahwa Marx, Ritter dan Neitzsche sesungguhnya bekerja atas instruksi Dinasti Rothschild untuk menciptakan aneka dan ragam gagasan. Tujuannya agar dunia rentan perpecahan melalui perbedaan ideologi. Maka ibarat setumpuk jerami kering, tinggal memantik dengan satu percikan, api pun pasti berkobar. 

Itulah keinginannya. Semakin meluas konflik dan pertengkaran, semakin mudah orang dipersenjatai, kemudian didorong untuk saling membunuh mengatas-namakan kebenaran ideologi yang dipujanya. . . .

Thursday, October 26, 2017

Islam Agama Teroris (Bagian II), Sekilas Gerakan Zionisme

 Bahwa konflik antara Islam dan Barat merupakan konflik sebenarnya!
Sedangkan konflik antara kapitalis dan marxis sifatnya cuma sesaat 
dan dangkal saja. Samuel P, Benturan Antar Peradaban

​Banyak literatur menerangkan, Perang Dunia I (PD I) bermula dari persaingan politik dan ekonomi antara kelompok Triple Alliance (Jerman, Austria-Hungary dan Italia) versus Triple Entente (Perancis, Inggris dan Rusia). Setelah terbunuhnya Franz Ferdinand, putra mahkota Kekaisaran Austria yang juga pangeran di Hungary dan Bohemia oleh seorang Nasionalis Serbia, maka terjadilah perang. Peristiwa di atas, dianggap puncak dari Aksi Nasionalis sekaligus pemicu peperangan antara Serbia melawan Austria-Hongaria.

Sedang PD II (1939-1945) diawali pertentangan paham antara liberal dan totaliter, karena usai PD I bermunculan kelompok negara fasisme (baru), sehingga muncul perlombaan senjata, atau ingin membalas kekalahan perang terdahulu dan lainnya.

Serbuan Jerman atas Polandia merebut Danzig di Eropa (1/9/1939) dianggap salah satu letupan, kendati pokok penyulut menurut berbagai catatan adalah serangan Jepang atas Pearl Harbour (7/12/1941), pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Hawai. Itulah kausalitas serta pemantik timbulnya PD I dan II bila ditinjau dari perspektif “apa yang terjadi”.

Ketika mencoba insight berbekal asumsi, bahwa setiap pagelaran niscaya ada wayang, dalang dan pemilik hajatan, ternyata dijumpai hal-hal lain dari pada yang telah ditulis. Mencoba mengurai Perang Dunia dari sisi “mengapa terjadi”. Istilah kerennya, menyibak hal tersirat dari yang tersurat. Inilah uraian singkatnya.

Adalah tokoh Illuminati Internasional, Albert Pike, Jenderal AS di Era 1871-an merampungkan cetak biru tentang “tiga” Perang Dunia yang bakal digelar di masa depan. Entah siapa memerintah, apa motivasi, darimana memulai, bagaimana mengakhiri perang, dan lainnya tidak ada kepustakaan atau referensi yang menjawab dengan pasti. Tapi semoga celoteh singkat ini mampu menguak meski hanya sedikit.

Tujuan PD I (1914 -1918) adalah menghancurkan hegemoni Rusia. Ini sesuai janji Nathan Rothschild tahun 1815-an. Dalam beberapa literatur dikatakan, ketika Kongres Vienna (1814) digelar, ide Rothschild membentuk Pemerintahan Dunia ditolak oleh Tsar Alexander I, bahkan ia tak diizinkan mendirikan bank sentral di Rusia. Sudah barang tentu, sikap Tsar menghalangi cita-cita mendirikan Satu Pemerintahan Global di muka bumi. Dan ini membuatnya sangat geram. Kemudian ia bersumpah, akan menghancurkan Tsar dan keluarga beserta anak cucunya!

Satu abad kemudian, janji itu dipenuhi keturunan Rothschild melalui Revolusi Bolsheviks. Rancangan PD I ini, selain bermaksud melengserkan Tsar, lalu mengganti dengan komunis, juga kelak ideologi tersebut dipergunakan untuk menyerang agama-agama di dunia terutama Kristiani. Adapun moment lain, seperti perbedaan struktur kekaisaran antara Inggris dan Jerman, dijadikan bumbu tambahan menyalakan perang.

Cetak biru PD II didasari kontroversi antara Fasisme dan Zionisme melalui pembantaian orang Yahudi (holocaust) guna meluapkan kebencian orang terhadap Nazi Jerman di bawah kepemimpinan Adolf Hitler. Selain dirancang dalam rangka menghantam Fasisme, kemudian meningkatkan pengaruh politik Zionis, tujuan lain PD II adalah memperkuat pengaruh Komunisme pada tingkat tertentu supaya mampu menandingi hegemoni Kristiani. Tatkala beredar rumor bahwa Hitler cuma orang (wayang) suruhan, karena konon masih ada dalang dan sang penghajat di belakang layar atas peristiwa holocaust!

Berbagai kalangan menyebut, bahwa Perang Dingin (1941-1991) adalah PD III. Tetapi jika merujuk cetak birunya Pike, ternyata bukan. Perang Dingin sekedar jab-jab ringan atau warning menuju Perang Dunia, meski efeknya Uni Sovyet remuk menjadi beberapa negara yang merdeka. Menurutnya, rumusan PD III ialah membentuk opini dan menggalang kebencian masyarakat internasional terhadap Islam, agar berbenturan melawan kekuatan Zionis (Kapitalis). Disebutkan, kelak bila peperangan berkobar, negara-negara lain dipaksa ikut dan diramalkan bakal mengakibatkan hancurnya mental, fisik, spiritual dan ekonomi. Namun pola, jenis dan methode perang tidak dirinci oleh Pike.

Berikut ini adalah surat Pike kepada Guiseppe Mazzini, pemimpin revolusi Italia. Konon karena pengaruhnya, ia bergabung di Illuminati hingga akhir hayatnya. Suratnya kini tersimpan di British Museum, Inggris. Inilah isi materinya:


“Kita perlu melepaskan para nihilis dan atheis. Kita akan memprovokasi sebuah katalis besar sosial yang mana akibatnya akan ditunjukkan dengan jelas kepada semua negara. Mereka akan merasakan efek absolut dari atheisme, asal muasal dari penderitaan dan kerusuhan berdarah terbesar. Setelah itu, orang-orang akan terpaksa untuk melindungi diri mereka terhadap kelompok minoritas dari revolusioner dunia dan akan mulai membinasakan para penghancur peradaban. Para Kristiani yang saat itu akan menghadapi hilangnya semangat, kepemimpinan dan timbul kekhawatiran terhadap keyakinan. Mereka akan kehilangan arah kepada siapa mereka harus percaya, dan akan mendapatkan cahaya sejati lewat manifestasi universal dari doktrin suci Lucifer. Sebuah manifestasi yang mana akan membawa sebuah pergerakan dimana Kristiani dan Atheisme, kedua-duanya akan ditaklukkan dan dihilangkan pada saat yang sama”. . . .

Wednesday, October 25, 2017

Islam Agama Teroris (Bagian I), Atas Nama Keamanan!

Terorisme bagi satu pihak sama dengan gerakan pembebasan atau bahkan pahlawan bagi pihak lain.
Chomsky, Hegemoni or Survival

Awal mula terorisme banyak menyita perhatian publik ketika terjadi peristiwa penabrakan pesawat komersil Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya telah dibajak oleh kelompok teroris ke gedung kembar World Trade Center (WTC) pada 11 September 2001. Pemerintah AS bereaksi cepat dengan menerapkan kebijakan “war on terroris”, ditambah dengan bantuan media untuk membesarkan isu ini, berhasilah masyarakat dunia terkontruksi persepsinya untuk menganggap terorisme adalah musuh bersama terbesar mereka. Sayangnya, kontruksi musuh bersama tersebut diikuti pula dengan pengkontruksian masyarakat tentang kaitanya salah satu agama yang dekat dengan terorisme sehingga membuat jelek wajah agama tersebut. 

Agama yang dimaksud itu ialah Islam, pengkondisian Islam sebagi agama yang erat kaitanya dengan terorisme dikarenakan banyak peraktek-praktek pengeboman dilakukan oleh muslim ditambah dengan peran dari media yang seakan-akan mempercepat pengkondisian tersebut.

Lalu pertanyaanya apakah benar “terorisme” sebagai musuh bersama umat manusia? Mungkin banyak yang berpendapat bahwa pertanyaan tersebut tak membutukan jawaban dikerenakan sudah secara gambalang terlihat bahwa terorisme merupakan musuh bersama bagi umat manusia. Namun harus kita ketahui bersama penjelaskan dan alasan secara jelas mengapa ada pengkondisian bahwa terorisme merupakan musuh bersama.

Sejak berakhirnya Perang Dingin yang ditandai dengan bubarnya Uni Soviet sebagai rival negara demokrasi-kapitalis Amerika Serikat di awal dekade 90-an terjadi perubahan konsep keamanan dalam Hubungan Internasional. 

Dahulu keamanan dipahaimi hanya berbicara kalkulasi materi yang sangat bersifat tradisional yang militeristik. Konsep keamanan tersebut menekankan titik fokus pada negara, artinya negaralah sebagai objek yang perluh dilindungi dari ancaman. Namun semenjak berakhirnya Perang Dingin, muncul konsep keamanan baru, seperti “human security”, atau kemanan terhadap manusia. Konsep keamanan ini menitikberatkan pada perlindungan terhadap eksistensi manusia dengan dasar bahwa manusialah yang sebenarnya menjalankan negara dan juga manusialah yang menjadi alasan mengapa negara ada, yaitu untuk melindungi manusia dari anarki alamiah. Dari landasan tersebut maka masuklah terorisme sebagi musuh bersama umat manusia karena tindakan terorisme sendiri mengancam eksistensi manusia dengan melihat sasaran mereka ialah manusia.

Upaya pengkondisian besar-besaran menjadikan terorisme sebagai musuh bersama umat manusia dilakuakan oleh AS pasca tragedi 9/11. Sebelumnya pemerintah AS mengkondisikan persepsi masyarakatnya untuk percaya bahwa musuh bersama mereka ialah komunisme, persis apa yang dilakukan oleh rezim orde baru terhadap masyarakat Indonesia.

Tapi pasca tragedi 9/11 pemerintah AS menudingkan kelompok Al Qaeda yang bertanggung jawab atas serangan tersebut. Hingga akhirnya AS mencanangkan kebijakan “war on terrorism” di mana pengaplikasian dari kebijakan tersebut ialah melakukan prventive strike dengan pertimbangan yang unilateralisme untuk menginvasi Afganistan yang dituduh sebagai sarang dari kelmpok Al Qaeda. Karakter AS tersebut dikarenakan rezim yang berkuasa pada saat itu dipengaruhi oleh kelompok nekonservatif yang menghendaki kebijakan luar negeri AS bersifat hawkish.

Pengkondisian terorisme sebagai musuh bersama tak lebih dari upaya kalangan neokonservatif di AS untuk mencapai kepentingan-kepentingannya. Mereka mencari-cari alasan terdapat keterkaitan antara Osama Bin Laden dengan rezim Saddam Hussein di Iraq. Kaitannya, Osama dengan organisasinya Al Qaeda memperoleh pasokan persenjataan dari rezim Saddam untuk menyerang kepentingan AS di seluruh dunia, termasuk WTC dan Pentagon. 

Dengan kata lain, AS berusaha menyetir opini publik internasional melalui media yang mereka kuasai kalau dalang sesungguhnya dibalik peristiwa 9/11 ialah Saddam Hussein.

David Duke berpendapat sebaliknya mengenai tudingan Bush terhadap Taliban dan Iraq terkait dengan terorisme. Ia dengan berani memilih jalur yang berseberangan dengan pendapat mayoritas publik AS dengan menyatakan bahwa Israellah yang semestinya ditempatkan pada posisi puncak sebagai target AS, sebab negara ini telah melakukan tindakan terorisme terhadap bangsa Palestina dan penghinaan secara sadar terhadap rakyat AS. Bagi Duke, " Israel adalah surga teroris dan AS telah diperalat untuk memuaskan hawa nafsunya dengan mensupalai miliaran dolar yang diperoleh dari pajak rakyat AS untuk memenuhi kebutuhan persenjataan canggih yang digunakan untuk melakuakan pembunuhan terhadap bangsa Palestina".

Dari sedikit uraian tadi semoga cakrawala pengetahuan kita terbuka bahwa terorisme menjadi musuh bersama umat manusia merupakan hasil dari pengkondisian pemerintah AS dengan bantuan mendia mainstream. Munculnya asosiasi terorisme dengan Islam juga tak jauh berbeda dengan upaya pengkontruksian tersebut. Bukan bermaksud untuk menghilangakan daftar tindakan terorisme sebagai musuh bersama umat manusia, namun di sini lebih berusaha untuk terorisme bukan hanya tindakan yang dilakukan oleh kalangan penganut agama tertentu, namun lebih dari itu, tindakan terorisme adalah segala bentuk kekerasan dan pembunuhan yang mengancam eksistensi manusia di muka bumi ini tanpa terpaku pada siapa yang melakukan tindakan tersebut.

Wednesday, October 18, 2017

Neoimprealisme, Senyap dan Tanpa Letusan Peluru



Dalam buku The End of History, Francis Fukuyama menyatakan bahwa dunia bakal mencapai suatu konsensus luar biasa terhadap demokrasi. Dan demokrasi liberal adalah akhir dari evolusi ideologi, pasca runtuhnya berbagai ideologi seperti sitem monarki, komunis, fasisme dan seterusnya. 

Samuel P. Huntington, penasehat politik kawakan Gedung Putih dalam buku The Clash of Civilization and The Remaking of World Order (Benturan antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia) menyebut: Bahwa konflik antara Islam dan Barat merupakan konflik sebenarnya! Sedangkan konflik antara kapitalis dan marxis sifatnya cuma sesaat dan dangkal saja.

Inilah era penjajahan gaya baru. Dunia tidak lagi dihiasi oleh Kapitalis versus Monarkie seperti pada PD I, atau membenturkan Kapitalis melawan Fasis dalam PD II, ataupun mengadu antara Kapitalis vs Komunis pada Perang Dingin lalu. Penjajahan gaya baru adalah benturan antara Kapitalis vs Islam (militan) atau antarperadaban Barat vs Islam seperti yang dikatakan Samuel P Huntington.

Sejak Perang Dunia (PD l), PD II dan Perang Dingin dalam koridor penjajahan kuno atau kolonialisme purba ternyata belum berakhir. Konflik sektarian. Ia masih dianggap sebagai strategi tepat guna “mengaduk-aduk” negara target kolönialisme di beberapa negara, terutama negara berciri pluralistik, heterogen dan pernah memiliki sejarah kelam konflik ideologi seperti Indonesia.

Ya, apabila ciri utama penjahan purba itu menduduki lalu merampas sumber daya alam sebuah bangsa berpola konvensional ala militer yakni Bombardier – Kavaleri – Infanteri (BKI), maka penjajahan gaya baru berjalan senyap dengan pola nirmiliter. Isu – Tema – Skema (ITS). Tanpa letusan peluru tetapi mampu merampas kehidupan bangsa yang ditarget. Istilahnya “menyerang dari sisi internal,” langsung menukik pada sistem negara (peraturan dan per-UU-an).

Pada era ini, peran menggunakan militer dikurangi namun bukan berarti tak berfungsi, Indonesia contohnya, meski sistem (UU) yang ada telah dan cenderung membawa kekayaan bangsa ini lari keluar, tetapi dari sisi eksternal masih dikepung secara simetris. Faktanya, Ada sekitar 13-an pangkalan militer Amerika dan sekutu mengepung Indonesia. Artinya, pola militer dan nonmiliter nantinya bakal dimainkan secara simultan dengan intensitas berbeda. Tergantung situasi.

Sejarah berulang. Tatkala era penjajahan purba, masyarakat dunia dan negara-negara yang terlibat disibukkan dalam rangka penyiapan dan antisipasi pola BKI (bombardier, kavaleri dan infanteri) demikian pula di era penjajahan gaya baru. Meski tanpa asap mesiu, publik global digaduhkan oleh pola ITS (Isu, tema dan skema)

Ditebar isu konflik antarmazhab, gaduh! Disebar isu flu burung, ramai! Demikian seterusnya. Segenap komponen bangsa di negara target kolonialisme, lazimnya dibuat lupa dan abai bahwa ujung kegaduhan tersebut adalah mencaplok geoekonomi yang intinya penguasaan pangan dan ketahanan energi.

“Berapa juta ton emas Papua telah digali, sedang tak sedikit warganya masih memakai koteka? Berapa juta barel minyak dan gas Indonesia disedot, sementara kita malah impor? tidak ketinggalan dibidang pangan/sembako misalnya, atau kelautan, kehutanan, pertanian, perkebunan, dll"

Inilah ironi bagi bangsa Indonesia. Negara yang katanya memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada namun justru mengimpor garam, sebuah negeri yang katanya agraris dan beriklim tropis dengan curah hujan tinggi tetapi impor ubi kayu dan jagung?

Kristenisasi (Bagian II), Eropa dan Tata Dunia Baru

Dunia Baru harus dieropanisasikan dan penduduknya harus dijadikan penganut agama Kristen

Sebelum Liga Bangsa-Bangsa terbentuk (saat ini PBB), hukum internasional pada hakikatnya merupakan hukum Eropa, yang muncul sebagai kombinasi fakta regional dengan kekuatan material, dan kemudian diubah menjadi suatu hukum yang menguasai semua hubungan internasional. Dengan demikian negara-negara Eropa memproyeksikan kekuatan maupun hukumnya di seluruh dunia sebagai suatu keseluruhan. Justru di sinilah letak ciri khas apa yang dinamakan"Hukum Internasional", baik dari segi inti bahkan juga realitas eksistensinya. Karena secara histori tersebut tidak dapat disebut Hukum Internasional yang diciptakan atas kesepakatan umum, tetapi merupakan Hukum Internasional yang diberikan kepada seluruh dunia oleh satu atau dua kelompok yang dominan. Semua ini merupakan sebab mengapa hukum itu dapat berfungsi sebagai landasan hukum berbagai aspek politik dan ekonomi imprealisme.

Selain itu. Hukum Internasional merupakan juga suatu hukum yang telah melindungi hak-hak istimewa negara-negara Eropa yang beradab, dimana hukum itu memungkinkan penduduk negara-negara bersangkutan menikmati beberapa keuntungan di Dunia Ketiga dengan cara menaklukkan dan menyerang karena dianggap sebagai negara yang tidak beradab.

Atas dasar uraian tersebut diatas, hukum Internasional sendiri terdiri dari empat dasar hukum dengan suatu landasan geografis tertentu (hukum Eropa), inspirasi etik-religius tertentu (hukum Kristen), motivasi ekonomi (hukum Merkantilis), dan mempunyai tujuan politik (hukum Imprealis). 

Dalam perjalanan sejarah banyak "Kerajaan Eropa beragama Kristen" berubah menjadi kerajaan merdeka dan tidak dapat dikendalikan; masing-masing kerajaan berusaha memenuhi kepentingan sendiri dengan menggunakan kekuasaan yang tidak terkekang dan tidak terbatas. Kerajaan-Kerajaan ini merupakan ciri khas Kerajaan Romawi Tempo Doeloe. 

Namun dengan ditandatanginya perjajnjian pada tahun 1648 semua upaya itu terhenti, dan sejak saat itu Eropa ditandai dengan kecenderungan hubungan internasional yang baru. Di bawah sistem yang diciptakan oleh perjanjian perdamaian Westphalia, "sistem negara Eropa" telah berhasil mengganti koeksistensi negara-negara Kristen yang mencemaskan. Masalah itu terletak pada perimbangan antara kekuasaan setiap negara secara individual dengan kemajemukan Eropa yang menyangkut desakan kebutuhan agar setiap negara Eropa bersedia menghargai status negara lain. Prinsip keseimbangan antara berbagai negara Eropa jelas tercermin di dalam Perjanjian Utrecht yang di tandatangani pada tahun 1713. Selain itu, perjanjian tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan antara negara Eropa bahwa Dunia Baru harus dieropanisasikan dan penduduknya harus dijadikan penganut agama Kristen (kristenisasi) sebagai lanjutan perang Salib (perang antara penganut ajaran Islma dan Kristen) yang terjadi pada tahun 1095 M.

Bagi Eropa, masyarakat internasional harus dipersempit sehingga menjadi galaksi berbagai negara yang secara bersama membentuk suatu benua yang dimana mempunyai kesamaan kebudayaan dan agama. Hubungan internasional hanya dinyatakan berlaku untuk negara-negara Eropa, atau Amerika Serikat yang terbentuk kemudian dan secara singkat dapat dikatakan bahwa hanya Eropa sendiri yang berhak mengeluarkan surat keterangan kelahiran suatu negara baru.

Ya, Sudah menjadi kenyataan dalam lembar sejarah kehidupan manusia bahwa setiap abad, Eropa berhasil memperoleh sejumlah koloni pada abad 16, bahkan saat ini mereka bisa dikatakan sebagai pemegang kendali kehidupan ummat manusia dengan dalih berbagai macam bentuk atau modus namun kemudian menjadikan mereka sebagai penganut agama Kristen.

Friday, October 6, 2017

Kristenisasi (Bagian I), Penduduk Dunia Ketiga Tidak Layak Hidup!

" Apabila seorang pria dilahirkan di dunia yang serba ada tetapi ternyata tidak memperoleh dari orang tuanya kebutuhan yang berhak dimintanya, dan bila masyarakat merasa tidak memerlukan pekerjaannya, orang itu itu tidak berhak menuntut sepotong makanan pun."  Malthus.


Dewasa ini apa yang digambarkan oleh Malthus diatas ternyata muncul kembali; menurut Profesor Yah Tondon, The Evolution Of The World Economic Order and Possible Responses Of International Organizations, untuk mengenang jasa Malthus sekarang banyak didirikan monumen dalam bentuk berbagai program pembatasan kelahiran di negara-negara berkembang. Demikian pula Susan George, How the Other Half Dies, mengatakan: " Salah satu sasaran utama yang dibidik oleh Dunia Barat dalam melancarkan serangannya terhadap Dunia Ketiga ialah penduduknya sendiri. Jumlah penduduk negara berkembang sudah terlampau banyak, ledakan penduduk di dunia miskin oleh Dunia Barat dijadikan dalih faforit, yang kadang-kadang malah hanya satu-satunya, untuk memberikan gambarang serta alasan tentang kelaparan dunia kepada para pembaca dan pengamat.

Kelompok negara yang sudah maju memang senantiasa berpegang kepada silogisme logika tanpa cacat, yaitu bahwa jumlah sumber daya dunia termaksud persediaan bahan pangan selalu terbatas; penduduk dunia sudah terlalu padat karena tingkat kelahiran di negara-negara miskin sangat tinggi; akibatnya negara tersebut mengalami perkembangan demografi yang luar biasa sehingga terpaksa mengkomsumsikan sumber daya dunia yang lebih banyak, dan akan membahayakan kehidupan seluruh dunia karena tidak mampu memberikan makan kepada sekian banyak penduduk. Kemiskinan dan kelaparan akan dapat diperangi apabila Dunia Ketiga mempraktekkan sistem kontrasepsi.


Jelas bahwa penduduk dunia mengalami pertumbuhan yang sangat mengagumkan. Rupanya setiap bulan "pertambahan jumlah penduduk bumi sama dengan jumlaj seluruh penduduk di Prancis". Pada tahun 1960 meningkat menjadi 3 milyar, dan tahun 1967 semakin bertambah sampai 4 milyar, dan saat ini mencapai 7 milyar. Malah dalam kurung waktu tidak sampai satu abad akan tercapai jumlah yang sangat fantastis, yaitu 30 milyar penduduk.

Problem demografis bukan merupakan masalah yang baru, namun sampai sejauh ini masih belum diambil tindakan yang serius untuk memberikan jawaban yang berarti. Mungkin satu-satunya jawaban yang dapat disodorkan hanyalah pertumbuhan negara yang bersangkutan sendiri ditinjau dari segi ekonomis dan kultural.

Apabila direnungkan lebih dalam, penyebab utama ledakan penduduk bersumber dari tahap perkembangan maupun pembinasaan dan pemerasan/eksploitasi yang dilakukan oleh kelompok negara kaya terhadap Dunia Ketiga.

Bertambahnya jumlah penduduk dunia yang mencolok di negara-negara miskin lebih disebabkan karena keadaanya masih dalam tahap perkembangan, dan bukan masih mengalami perkembangan karena jumlah penduduknya terlampau banyak.

Di depan Konperensi Kependudukan Dunia yang diselenggarakan oleh PBB di Bukares tanggal 18 sampai 31 Agustus 1974 tempo doeloe, delegasi India secara gamblang menjelaskan bahwa tidak satu cara pun dapat diterapkan untuk menurungkan tingkat kelahiran kecuali bila sebelumnya telah didukung oleh perkembangan ekonomi dan sosio kultural yang minimun. Untuk menerapkan kebijaksanaan itu diperlukan sejumlah staf yang minimun sudah dilatih untuk menangani masalah kesehatan, sosial kultural dan lain-lainnya. Dengan memanfaatkan tenaga itu sampai tingkat tertentu niscaya akan tercapai perkembangan baru.

Dalam Konperensi Kependudukan tersebut. Pertentangan pendapat yang menggema antara delegasi Cina dan delegasi vatikan. Menurut delegasi Cina: "manusia merupakan benda yang paling berharga," sedangkan pihak delegasi Vatikan mengatakan bahwa " problem kependudukan Dunia lebih diakibatkan oleh sifat egoisme kaum yang kaya, dan bukan karena kesuburan golongan miskin.

Problem-problem distribusi penduduk menurut laporan Dag Hammerskjold, What Now? mengatakan " Dengan dilandasi oleh asumsi bahwa jumlah sumber daya yang sangat terbatas, dalam setiap pembahasam yang cermat pertama-tama harus dapat diketahui siapa yang selama ini menghabiskan sumber daya dan untuk apa sumber daya itu dimanfaatkan. Sampai sekarang ekonomi pasaran industri yang hanya mewakili 18% dari seluruh penduduk dunia ternyata mengkonsumsikam 68% 9 bahan mineral dasar (kecuali minyak). Padahal Dunia Ketiga yang menghuni atau mewakili 50% jumlah seluruh penduduk dunia hanya menghabiskan 6%. Dalam hal ini jelas tekanan terhadap sumber daya memang rill dan kompleks, namun tidak banyak sangkut pautnya dengan tekanan demografi itu sendiri. Paling tepat bila dikatakan bahwa gaya konsumsi yang diperagakan oleh negara-negara industri tidak mungkin dicegah apabila 4 atau 10 milyar manusia berusaha mencarinya, walaupun hal ini merupakan salah satu argumen yang dapat dijadikan landasan untuk mengubah gaya konsumsi masyarakat industri, dan bukan sebagai dasar untuk memberi saran kepada golongan miskin agar menurunkan angka kelahirannya."

Sebagaimana yang pernah dikatakan Susan George, How the Other Half Dies, yang menguraikam secara jelas bahwa kelaparan tidak disebabkan oleh pertambahan penduduk dan bahwa kedua masalah itu mencerminkan kegagalan sistem politik dan sosial dunia pada umumnya.

"Dunia Barat sebenarnya tidak perlu menyebutkan bagaimana keadaan kehidupan separuh jumlah penduduk dunia dan berapa bayi yang dilahirkan. Tetapi sebaliknya kepada kita malah harus diberi saran untuk meneliti kembali berbagai motif yang selama ini sudah mempengaruhi perasaan kita sendiri. Sudah tentu Dunia Barat takut dan cemas karena pada suatu saat semakin banyak jumlah penduduk di Dunia Ketiga akan menuntut hak mereka dan sekaligus mendesak agar golongan kaya menurunkan standar kehidupannya. Selain itu, ketakutan yang hadir bagi Dunia Barat ialah karena tekanan kependudukan pada akhirnya akan menunjukkan bahwa satu-satunya pemecahan yang dapat dicapai ialah REVOLUSI" Susan George.

Tuesday, October 3, 2017

Geisha dan Sang Proklamator, Kisah Cinta Dari Pampasan Perang (Bagian I)



Geisha Jepang "Nemoto Naoko" atau Ratna Sari Dewi
Dengan Presiden Soekarno

6 Juni 1959, Presiden Soekarno kembali ke Jepang, dan pada 16 Juni, Kubo Masao, Seorang Direktur perusahaan dagang dan kosntruksi sekaligus mantan pengawal khusus Soekarno ketika berkunjung ke Jepang memperkenalkan seorang gadis kabaret berusia sembilan belas tahun bernama Nemoto Naoko (Nama Asli Ratna Sari Dewi, Istri Ke-6 Presiden Soekarno). Menurut catatan "Nemoto Naoko, Daitoryo Fujin, hlm 118" sendiri, Nona Nemoto berjumpa dengan Presiden Soekarno dua kali di Hotel Imperial sebelum keberangkatannya.

Pasca pertemuan awal Presiden Soekarno dan Nemoto Naoko di Jepang, Dari Jakarta, Soekarno mengirimkan surat-surat "bernada mesra" kepada Nona Nemoto melalui kedutaan Besar Indonesia di Tokyo. Mereka saling berkirim surat beberapa kali, sebelum Soekano, dalam sebuah surat tertanggal 18 Agustus, megundang Nona Nemoto ke Indonesia untuk berkunjung selama dua minggu. 

Pada 14 September, Nona Nemoto berangkat ke Indonesia dengan menyamar sebagai karyawan Tonichi (nama perusahaan Kubo Masao) dan ditemani oleh Kubo sendiri. Setelah tiba di Jakarta pada 15 september, dia baru menyadari seperti yang ditulisnya kemudian, bahwa Kubo memanfaatkan diriya untuk melancarkan usaha bisnisnya di Indonesia. Kubo menyangkal pada tahun 1966 bahwa dia telah memanfaatkan Nona Nemoto untuk mendapatkan bantuan, walaupun dia mengakui bahwa perusahaannya telah menyediakan perumahan untuknya di Jakarta yang dikatakannya merupakan tempat Soekarno dapat mengunjunginya.

Kedatangan Nona Nemoto di Indonesia merupakan suatu tantangan bagi suluruh istri Soekarno terutama istri ketiga bernama Fatmawati (Ibu Presiden ke-4 Indonesia, Megawati Soekarno Putri). Karna menolak dipoligami, akhirnya pada 30 september 1959, sang istri ketiga ini melakukan bunuh diri di Jakarta ketika Nona Nemoto dan Soekarno sedang mengunjungi Bali.



Antara 1960 dan 1963 Kubo Masao menerima empat kontrak pampasan (pampasan perang merupakan pembayaran yang secara paksa ditarik oleh negeri pemenang perang kepada negeri yang kalah perang sebagai ganti atas kerugian material) yang sangat besar. Orang mungkin akan curiga bahwa ini merupakan hasil usaha memperkenalkan Nona Nemoto kepada Soekarno. Pada 1961, Kubo membangun gedung wisma Indonesia berlantai empat di Tokyo. Dia juga memenangkan sebuah kontrak untuk memperluas gedung Kedutaan Besar Indonesia di Tokyo dengan dana pampasan pada tahun 1960 serta untuk meyediakan kapal patroli dan sebagaian peralatan serta fasilitas untuk tiga hotel yang dibangun di Bali, Yogyakarta (Jawa Tengah), dan pelabuhan untuk Ratu (Jawa Barat). 

Selain kontrak pampasan diatas, Kubo mendapatkan hak untuk membangun sebuah wisma tamu di istana kepresidenan, Monumen Nasional, dan sebuah menara transmisi televisi, semuanya di Jakarta. Monumen Nasional atau apa yang kemudian dikenal sebagai Monas, menjadi salah satu "Proyek Mercu Suar" Soekarno. Terletak di tengah lapangan Merdeka di depan istana kepresidenan, Monumen ini merupakan sebuah tugu yang sangat tinggi yang bagian atasnya diberi sebuah lampu emas dan diterangi lampu sorot dari bawah kalau malam.

Perusahaan Dagang Tonichi tampak paling aktif pada tahun 1961. Perusahaan ini mengundang paling sedikit lima belas pejabat tinggi ke jepang pada tahun itu, ketika total jumlah orang Indonesia yang mengunjungi jepang atas undangan organisasi Jepang dan atas persetujuan Kedutaan Besar Indonesia baru berjumlah 31 orang. Pada mulanya Tonichi hanya mempunyai satu perwakilan di Jakarta, tetapi dalam setahun, cabang Jakartanya sudah memiliki sepuluh karyawan Jepang, di antaranya terdapat beberapa "pakar Indonesia" dari masa perang. Jadi pada umumnya orang percaya bahwa pertumbuhan Perusahaan Dagang Tonichi sebagian besar disebabkan oleh hubungan dekta antara Kubo dan Soekarno.

Nona Nemoto tinggal menyendiri di asrama Tonichi di Jakarta, Jauh dari perhatian khalayak ramai. Akan tetapi dia tetap menemani Soekarno dalam berbagai perlawatan luar negerinya, sebagai salah seorang sekretarisnya atau sebagai "Ny Kirishima"....

JF.Kennedy, Nona Nemoto dan Soekarno

Belenggu Hidup, Antara Kebahagiaan dan Kesedihan


Jadilah KuatKarena Kamu Menyadari Bahwa Kamu Tidak Sedang Melewatinya 
Seorang Diri



Kebanyakan manusia yang sedang merasa bahagia, menganggap bahwa semua orang yang berada di dunia ini sama bahagia dengannya, dan bahwa bahagia itu bisa datang sepenuhya karena upaya dirinya sendiri. Sehingga dia tidak punya kewajiban apa-apa untuk membagi rasa bahagia tersebut pada orang lain. Karena ini adalah kebahagiaan yang sudah lama ia perjuangkan, bahwa dia memiliki hak untuk menelannya seorang diri, hingga kekenyangan dan akhirnya mual.

Namun lucunya, kebanyakan manusia yang sedang bersedih justru menganggap bahwa dia sedang bersedih seorang diri, bahwa langitnyalah yang paling kelabu. Bahwa jikalau hujan jatuh ke bumi detik itu, maka hanya dirinya yang tidak siap mebawa payung untuk dibuka dalam perjalanan pulang. Bahwa mungkin Tuhan hanya "tega" memberikan kesulitan seperti ini pada manusia yang seperti dirinya. Satu-satunya yang paling malang, satu-satunya yang paling kesepian, hingga dia merasa memiliki hak untuk bersedih selamanya, hingga kenyang dan akhirnya mual.

Manusia yang sedang bersedih, hanya ingat bahwa hatinya tengah terluka, sehingga berhak untuk menyalahkan siapa saja yang ingin disalahkan. Dan lupa, bahwa dia akan memiliki kekuatan yang tidak dimiliki manusias selain dirinya. Bahwa Tuhan mungkin saja memilihnya untuk melalui kesulitan ini, karena dia masih menggangap sebagai manusia seutuhnya.

"Kamu tahu, ada begitu banyak manusia sudah tidak lagi bertigkah seperti manusia"

"Manusia yang pandai menyakiti, yang bisa dengan mudahnya mengingkari janji, yang tidak peduli pada kebahagiaan selain kebahagiaan yang dia miliki. Dan melakukan semuanya, tanpa merasa sedikit pun bersalah"

Hal buruk bisa jadi datang sebagai pelukan Tuhan yang sudah lama kamu lupakan. Tuhan, mungkin hanya ingin kamu kembali ke dekapanNya dengan memberimu sesuatu yang kelak akan membuatmu ingat bahwa manusia memang mahluk yang paling sempurna, tetapi bukan berarti mahluk yang bisa melakukan apa saja yang menurut mereka benar.

Kasih sayang Tuhan tidak selamanya datang sebagai hal yang menyenangkan untuk dihadapi. Kalau dalam hidup ini kita jarang sekali menemukan kesulitan, maka kita akan semakin merasa bahwa dunia berputar tanpa kuasa-Nya, bahwa manusia bisa saja membuat matahari hanya bersinar saat mereka menginginkannya. Apakah kamu bisa membayangkan bila manusia diberikan kendali penuh pada udara yang melayang mengelilinginya? Betapa egoisnya mereka bisa membuat bumi ini hilang hanya dalam sekejap mata.

Karenanya, saat kebahagiaan datang, ingatlah bahwa setiap napas yang kamu tarik dari detik itu bisa terjadi karena seluruh sel di dalam tubuhmu bekerja begitu keras. Sehingga tidak hanya hatimu yang memiliki peranan penting untuk seyum yang tertarik di wajahamu, tetapi juga jutaan sel lain ikut memiliki peran di dalam tubuhmu. Namun juga milik seluruh mahluk yang berada di sekitarmu, yang memberimu kesempatan untuk bisa merasakannya.

Saat kesedihan datang, ingatlah bahwa setiap air mata yang kamu keluarkan detik itu juga sudah pernah kamu keluarkan, bahkan sejak kamu diantar ke dunia ini oleh Ibumu. Menangis bukanlah hal yang memalukan, dan tidak boleh kamu lakukan. Namun, tidak selamanya ibumu bisa selalu ada di sana untuk menghapusnya. Karenanya, jadilah kuat sebab kamu menyadari bahwa kamu tidak sedag melewatinya seorang diri.

Manusia lain yang masih memanusiakan dirinya sendiri, pasti juga sedang melewati kesedihan mereka masing-masing. Dan ada pula yang kesedihannya jauh lebih buruk dan berat dari yang harus kamu peluk saat itu. Berduka untuk sesuatu atau seseorang yang tidak mampu mereka miliki. Sama sepertimu.

#Fa