Kalau sistem itu tak bisa diperiksa kebenarannya dan tak bisa dikritik, maka matilah pengetahuan itu. Wahai kaum yang terdidik, bangkitlah untuk melawan sistem yang membuat kalian menjadi kaum terpelajar yang kelak akan menindas engkau dan bangsamu sendiri. Tan Malaka, Aksi Massa.
Waktu terus berjalan, zaman pun selalu berubah. Tokoh-tokoh Mahasiswa pasti berganti. Tidak bisa dipungkiri. Diera kebebasasn dan kemajuan teknologi (informasi) yang memanjakan Mahasiswa saat ini, Kebanyakan Mahasiswa hanya menghabiskan waktu belajarnya dibangku perkuliahan dan ingin menyelesaikan studinya dengan cepat. Berbeda dengan Mahasiswa dahulu, yang lebih banyak menghabiskan waktunya dengan cara belajar diluar kampus. Entah itu sebuah Komunitas ataupun Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus.
Mahasiswa merupakan sebuah kata yang sakral di bumi pertiwi ini. Banyak yang mengartikan bahwa Mahasiswa sebagai agen perubahan, penyambung lidah rakyat, dan tombak penentu bangsa. Memang demikian, karena mayoritas Mahasiswa adalah pemuda, dan orang akan melihat pemuda untuk mengukur maju atau tidaknya sebuah negara di masa depan. Tapi apakah kenyataannya demikian?
Mahasiswa sekarang hanya mementingkan kebutuhannya sendiri, apatis bahkan pragmatis. Semakin acuh tak acuh dengan keadaan sekitar. Di saat kondisi negara yang semakin hari semakin memprihatinkan, jauh dari Cita dan Tujuan Nasional. Sumber daya alam di eksploitasi, para elit politik sibuk bejabat tangan dengan para investor dan rakyat sering digusur bahkan diadu domba melalui isu sara.
Tentang kampus, yang dulunya hanya merupakan ladang terbaik menanam bibit atau karakter bangsa kini dihiasi oleh ruangan kuliah yang penuh fasilitas mewah. Taman kampus berhias bangku dan bunga. Tiap jalan masuk kampus dijaga oleh satpam yang siap siaga. Belum lagi dosen yang penampilanya keren. Di antara mereka ada yang bermobil mewah dengan jabatan akademik tinggi. Pihak kampus pun telah menyediakan ruang bagi para Mahasiswa itu sendiri dan tinggal milih dari ruang- ruang yang telah dibuat. Ruang itu adalah salah satu cara untuk menaikkan popularitas kampus yang akan menjadi ajang promosi, seperti dipromosikannya tempat wisata yang akan membuat para pengungjungnya merasa senang, nyaman dan bahagia.
Selain faktor kenyamanan yang membut Mahasiswa menjadi pragmatis dan apatis terhadap lingkungan sekitar, biaya kuliah mahal menjadi faktor yang membuat potensi Mahasiswa terpenjara. Hingga perintah dosen dan mematuhi aturan yang ada di dalam kampus menjadi kewajiban. Untuk menjadi Calon Arsitek saja (Fakulta Teknik) harus mengumpulkan rupiah dari hasil panen garam selama setahun, belum lagi kalau ingin menjadi calon Dokter (Fakultas Kedokteran), bisa jadi jual rumah. Maka hal yang wajar bila orang tua yang ada dikampung menuntut anaknya untuk membereskan kuliah secepatnya karena biaya kuliah yang tiap tahunnya naik. Mungkin Itulah sebabnya saat ini kampus meluncurkan mimpi tentang keberhasilan seorang mahasiswa: kuliah tertib, tinggi nilai dan cepat selesai.
Teringat pesan Victor Serge, Bolshevik; "Mahasiswa, kau ingin jadi apa? Pengacara, untuk mempertahankan hukum kaum kaya, yang secara inheren tidak adil? Dokter, untuk menjaga kesehatan kaum kaya, dan menganjurkan makanan yang sehat, udara yang baik, dan waktu istirahat kepada mereka yang memangsa kaum miskin? Arsitek, untuk membangun rumah nyaman untuk tuan tanah? Lihatlah di sekelilingmu dan periksa hati nuranimu. Apa kau tak mengerti bahwa tugasmu adalah sangat berbeda: untuk bersekutu dengan kaum tertindas, dan bekerja untuk menghancurkan sistem yang kejam ini?
Sejarah Mahasiswa dari dulu hingga kini tak lain adalah kekuatan pengubah. Perubahan itu bukan untuk dirinya sendiri tapi untuk bangsa. Mungkin ini terdengar heroik dan kuno. Bukan kepatuhan apalagi kepercayaan buta. Maka jika Mahasiswa saat ini adalah wakil dari generasi baru, rintislah sesuatu yang beda dari sekitarmu. Tugas utama adalah mengubah keyakinan buta akan peran Mahasiswa. Tidak untuk memenangkan lomba apalagi jadi kaya raya. Tidak pula selesai secepatnya atau mendapat gelar setinggi-tingginya. Itu peran seadanya dan amat sederhana.
Duhai kalian para Mahasiswa, kini kalian memasuki massa seperti yang pernah dialami oleh Soekarno, Hatta atau Tan Malaka. Masa dimana kedaulatan bangsa dianiaya dan kehidupan rakyat masih banyak yang sengsara. Tak banyak anak muda yang mampu kuliah seperti kalian. Lebih tak banyak lagi anak muda yang bisa bekerja mapan seperti yang kau inginkan. Tak pernahkah kalian melihat petani yang sawahnya dilipat untuk jadi pabrik dan perumahan? Tak pernahkah kalian dengar orang miskin kampungnya digusur untuk pembangunan? Tidakkah kalian melihat banyak politisi bejat merasa berkuasa dengan buat aturan seenak perutnya sendiri? Hingga kalian mungkin capek menyaksikan para pejabat hukum malah jual beli perkara. Kemudian kekayaan pejabat melambung sampai tak terhingga. Ini masa seperti zaman kolonial dulu: dimana manusia memeras manusia lain. Saat mana manusia menipu sesama. Ketika manusia berani menganiaya dengan kejam. Inilah zaman bergerak yang membuka pintu kesempatan kamu untuk membuat sejarah.
Jangan biarkan bangunan megah (Kampus) menipumu. Hanya membuatnya patuh dan menjadikanmu robot. Rebut hari ini dengan mengubah kelas jadi letusan banyak pertanyaan. Ajari dosenmu untuk mendidik tidak hanya dengan modal menakut-nakuti atau merasa pintar sendiri. Debat mereka jika keliru dan luruskan jika diberi keyakinan palsu. Kuliah bukan tempat untuk menata hati. Kuliah bukan pula tempat para prajurit yang hanya menyatakan siap dan terima saja. Kuliah adalah belajarnya orang dewasa dan berakal: protes itu wajar dan diskusi itu wajib. Lawan kebijakan kampus yang membebanimu. Jangan takut protes jika itu bersangkut paut dengan perkara benar dan prinsip. Keberanian itu bukan modal mahasiswa tapi itulah ciri mahasiswa. Maka ikrarkan dalam dirimu kalau kuliah bukan seperti tamasya. Datang, bayar dan nikmati pelajaran. Kuliah adalah merengguk pengalaman berharga untuk bertarung merebut hal yang terhormat dan mulia.
Nilai itu adalah kedaulatan yang kini sudah perlahan-lahan menghilang. Itu adalah gagasan besar yang lama tak dibicarakan. Itu adalah keadilan yang sudah lama diabaikan. Itu adalah pengetahuan yang kini digantikan oleh keyakinan buta. Rangkuman nilai-nilai itu telah lama lapuk hanya jadi omongan dan tulisan. Bukan karena tak ada yang mau menghidupkannya tapi karena banyak orang jahanam ingin mengenyahkannya. Mereka merusak kedaulatan dengan mencuri apa saja. Koruptor sebutan terhormat. Harusnya mereka dipanggil maling di mana saja. Itu karena pandangan culas beredar dengan cara gila.
Yang dipertaruhkan adalah uang bukan pengetahuan. Yang bermain adalah jabatan bukan kecerdasan. Yang hidup adalah titel bukan karya. Mungkin itu yang membuat dosenmu tak kaya pengetahuan tapi kaya harta benda. Mungkin itu sebabnya jabatan rektor jadi rebutan ketimbang diserahkan pada siapa yang bersedia. Mungkin itu yang membuat mereka ingin jadi pejabat ketimbang jadi pengajar. Jangan kecewa kalau kampus tak memberi kamu rasa keingintahuan. Jangan pula marah jika kampus tak memberi kuliah yang menakjubkan. Jangan juga sedih jika kampus tak memberi kamu keberanian untuk menentang kemapanan. Dulu hingga sekarang kampus hanya untuk bertemu, berjumpa dan melatih dasar keyakinan. Tapi sekarang memang beda situasinya: kampus bisa menciptakan robot keyakinan buta dan lapisan anak muda yang percaya pada apa yang didengar ketimbang apa yang dibaca.
Jangan takut oleh persoalan dan jangan cemas oleh masalah. Dari dulu anak muda selalu punya soal serupa. Menghadapi lingkungan yang bahaya dengan orang yang punya pikiran tak sama. Maka tinggalkan kepercayaan palsumu tentang gelar. Berfikirlah tidak untuk dirimu sendiri. Beranjaklah pada potensi dan kesempatan yang kini ada. Kuliah memang tidak untuk tinggal dan duduk di kelas saja. Kuliah hanya pengantar untuk membawa kamu berpetualang kemana-mana. Kuliah hanya awal untuk menguji keberanian dan keyakinan. Maka ingatkan dirimu agar kampusmu tak menjadi penjaramu. Yakinkan bahwa dirimu tinggal di sini untuk sementara maka buatlah perubahan sebisa-bisanya. Perubahan yang membuat kampus tak lagi jadi tempat wisata dan belajar bukan dengan ceramah semata. Ingatlah banyak orang hebat lahir di kampus tidak dengan modal kepatuhan tapi keberanian untuk melawan keadaan. Hari ini kalianlah yang akan memutuskan akan jadi apa dirimu di masa depan. Eko Prasetyo.
"Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali" Tan Malaka.
No comments:
Post a Comment